Rabu, 01 Februari 2012

Takdir Memisahkan Kita


Takdir Memisahkan Kita

Seorang gadis bernama bernama Rein. Dia seorang siswi di SMA Pekerti. Rein nggak cukup cantik, tapi dia baik dan pinter banget. Rein baru duduk di bangku kelas 11. Dulu ia menyukai seseorang sejak kelas 10. Namanya Jono. Emang sih namanya kayak orang kampung, tapi si Jono baik, cakep, keren, kaya, pokoknya dia thu sempurna. Jono juga pandai bermain bola, basket, dan alat musik. Jono merupakan cowok idaman di SMA Pekerti.  Rein sudah mengenal Jono sejak kelas 10. Mereka sudah bersahabat. Rein dan Jono saling curhat, saling berbagi suka maupun duka. Tapi Rein mulai sedih ketika sahabatnya memiliki seorang kekasih. Rein seperti sampah, dibuang begitu saja tanpa sebab. Rein tidak suka tingkah Jono yang seperti itu.
Mereka diberi tugas oleh guru SMA Pekerti, bernama Pak Soni. Mereka disuruh mencari tugas mengenai masalah yang sering terjadi dikalangan remaja. Keduanya pun siap menerima tugas yang diberikan oleh Pak Soni. Kala mereka mengerjakan tugas di perpustakaan, Jono  menemui sang kekasih. Tapi si Rein melarang.
“Hei, mau ke mana kamu?! Kerjakan tugas dulu baru bertemu Nina!”
“Nggak bisa lah, aku lagi pengen ngomong sama Nina. Sudahlah ntar aja dilanjutkan!”
“Nggak bisa donk!! Kan ada pepatah ‘LEBIH CEPAT LEBIH BAIK’!”
“Ah, itu sih pepatah kuno.! Sekarang itu, ‘TEMUI PACAR LEBIH BAIK’!”
“Alah kamu itu isinya ngeles mulu’!! Plis cari dulu tugas kita, baru ntar aku perbolehkan kamu buat nemuin Nina.”
“Kamu pasti bo’ong??”
“Masak aku pernah bo’ong ama kamu ??”
“Ya nggak sih”
“Ya udah ayo kerjain!”
“Iya deh iya, tapi janji lho ya??”
“Iya ah,, bawel banget sih loe!”
Mereka saling adu mulut, gara-gara Jono mau ketemu ama Nina. Uuuuhh,, ribet amat yakk.
Saat malam minggu, Rein dan Jono janjian untuk mengerjakan tugasnya di Cafe 55 jam 18.00 abis manghrib. Saat itu Rein datang duluan. Si Jono malahan pergi ke mall sama Nina. Jono lupa kalau dia ada janji ama Rein. Rein merasa bosan menunggu Jono hadir, tapi Rein tetap menunggu Jono walaupun sampai cafe itu kosong. Waktu menunjukkan pukul 22.00, dan bodohnya Jono baru ingat kalo dia ada janji sama Rein. Dia bergegas menemuinya, dan dilihatnya seorang gadis SMA tertidur pulas di meja nomer 15. “Rein? Ya ampun kau masih menungguku sampai jam segini? Kenapa kau tak pulang saja? Kau kan perempuan?”, batin Jono. Jono mencoba untuk membangunkan Rein, dan Rein akhirnya bangun.
“Mengapa kau menungguku sampai larut malam seperti ini?”, tanya Jono
“Karena aku yakin kau pasti datang, walaupun kau terlambat selama ini”
“Tapi aku kasihan sama kamu”
“Ngapain kasihan? Lha kamu kenapa bisa terlambat sampai semalam ini?”
“Maaf ya, tadi aku keluar sama Nina. Dan aku baru ingat jam setengah sepuluh.”
“Hanya karena kamu keluar sama Nina, kamu seharusnya nggak gini donk! Kamu harusnya ingat waktu!”
“Maafin aku Rein, aku nggak bermaksud buat kamu kecewa”
“Kamu nggak ngecewain aku kok, tapi sifatmu itu lho! Yang buat aku males buat kerja kelompok sama kamu!”
“Ya aku tahu itu, kamu kan baik hati dan tidak sombong, rajin menabung pula. Maafin aku ya?”
“Ya udah deh, kali ini aku maafin kamu. Tapi kalau kamu telat lagi, awas ya?”
“Oke, makasih ya Rein. Kamu memang best prendku yang baiikk banget”
“Heleh, kalau ada maunya aja gitu”
“Ya udah. Pulang yuk, aku anterin pulang deh”
“Oke, moga aja aku nggak dimarahin ama papahku”
“Amin.”
Jono menyalakan motornya. *nggrenngggg
“Ayo naik! Pakai nih helm! Pegangan ya??”
“Iya”
Rein pun diboncengkan oleh Jono. Ia memegang perut Jono sekuat mungkin, karena si Jono ngebut. “Ampun deh Jon, dibelakangmu ada aku nih! Jangan ngebut-ngebut donk”, kata Rein dalam hati. Ketika di perjalanan, Rein tertidur di pundak Jono. Telah sampai di depan rumah Rein. Jono baru sadar kalau Rein tertidur. Dia tak tega membangunkannya, akhirnya dia menggendongnya dan membawanya ke dalam rumah Rein. Setelah sampai di depan pintu, Jono mengetuk pintu. Ayahnya Rein membukanya dan kaget melihat anaknya bersama seorang pria. Ibunya menuyuruh Jono untuk membawa Rein ke kamarnya. Di situ, Jono melihat banyak sekali fotonya bersama Rein. Ayahnya lalu bertanya kepana Jono.
“Dari mana saja kamu sama anakku?”, tanya ayah Rein
“Itu pak, kami dari cafe.”
“Ngapain kalian ke cafe sampai larut malam?”
“Kita niatnya mau ngerjain tugas sekolah pak, tapi saya terlambat sampai pukul 22.00, dan Rein masih menunggu sendirian di sana”
“Tapi Rein tidak kenapa-kenapa kan?”
“Nggak kok pak, dia cuma tertidur di sana”
“Oo ya udah, bapak kirain dia mabuk sampai tidur seperti itu”
“Ah enggak lah pak, Rein itu orangnya nggak kayak gitu kok”
“Makasih ya nak, siapa namamu? Bapak lupa nanyain”
“Jono pak. Saya pamit pulang dulu ya pak”
“Oh ya nak, silahkan silahkan. Mari”
“Salam buat Rein ya pak”
Pada hari Minggu, Jono datang ke rumah Nina. Ia melihat Nina sedang bermesraan bersama seorang laki-laki. “Sepertinya aku kenal dengan laki-laki itu. Itu kan? Hah? Apa? Masak dia nyelingkuhin aku sih? Dia lagi berduaan sama si Doni?”, tanya Jono bimbang dalam hati. Dia langsung memergoki si Nina. Di situ Nina kaget.
“Ngapain kamu ke sini Jon?”, tanya Doni
“Seharusnya aku yang tanya, ngapain kamu ke sini?”
“Lhoh emang salah ya?? Aku kan pacarnya Nina, masak kamu gak tau sih?”
“Aku pacarnya. Nina apa benar?”
“Ya benar Jon, maaf ya. Kita mending cukup sampai di sini”
“Apa??!! Ya udah kalo itu emang keputusanmu!”
Jono bergegas untuk pergi dari tempat itu. Pergi jauh dari kenangan buruk itu. Melupakan semua tentang Nina. “Nggak ku sangka, ternyata Nina adalah seorang playgirl cap jempol.”, kata Jono. Jono ingat satu hal, ia masih ada tugas dari sekolah bersama Rein. Jono langsung ke rumah si Rein. Ia melihat Rein sedang menyiram bunga, Jono pun menemuinya. Ia tutup kedua mata Rein terlebih dahulu.
“Hei, coba tebak siapa aku?”
“Ntar deh, kayaknya aku inget suara ini. Jono?!”
“Yapss benar sekali. Yuk kita kerjain tugas kita!”
“Oke, yuk ke ruang tamu”
Mereka berdua lagi asyik ngerjain tugas. Tak lupa Rein juga menyiapkan minum untuk si Jono. Mereka mengerjakan tugas sampai pukul 20.00 dan siap mengumpulkannya kepada Pak Soni. Sehabis mengerjakan, Jono mengajak Rein untuk makan dulu di Cafe kesayangan mereka yaitu di Cafe 55, dan di meja nomer 15 (nomer favorit mereka berdua). Setelah selesai makan, Rein mendadak pingsan. Jono kebingungan, ia berteriak meminta bantuan, dan Rein langsung di bawa ke rumah sakit. Ayah dan ibunya Rein merasa gelisah. Jono pergi ke mushola untuk sholat dan berdoa, Jono mendoakan Rein supaya tidak ada apa-apa dengan sahabatnya itu.
Dokter keluar dari ruang UGD. Dokter menjelaskan kalau Rein terkena penyakit leukimia. Jono tertunduk lemas mendengar berita itu, “Rein?? Hello?? Kau tak cerita kepadaku? Bukankah kita sahabat, kita satu Rein , kita SATU”. Jono menangis tak tertahan. Ia tak kuat mendengar kabar tersebut. Jono masuk ke kamar Rein, yang kebetulan juga nomer 15. Ia tertunduk sedih.
“Kenapa kau sedih Jon?”
“Siapa yang tak sedih mendengar kabar mengenai penyakitmu itu?”
“Tak apalah, aku udah biasa kok Jon.”
“Kau selalu bilang udah BIASA, padahal itu berbahaya. Itu salah satu penyakit mematikan Rein!”
“Iya Jono, aku juga udah tau, tapi aku coba tabah menghadapi cobaan ini. Aku tau, pasti ada hikmah di balik ini semua.”
“Rein!! Kamu dibilangin kok gitu sih. Aku gak mau kehilangan sahabat sebaik dan sepinter kamu! Aku baru aja putus dari Nina.”
“Gara-gara Doni kan?”
“Kok kamu tau? Dari mana?? Bukankah seharusnya kamu memberi tau aku?”
“Aku udah coba untuk memberi taumu. Tapi kau selalu saja mengelak. Nyesel kan kamu?”
“Iya e Rei, ya udah mulai sekarang aku akan ngrawat kamu sampai kamu sembuh dari penyakitmu.”
“Makasih ya, akhirnya si Jono kembali seperti dulu lagi. Aku kangen kamu yang dulu lho! hehehe”
“Ah kamu bisa aja Rei.”
Mulai saat itu mereka kembali rukun. Jono menepati janjinya, yaitu merawat Rein sampai sembuh. Menemani Rein mengikuti terapi seminggu dua kali. Kasih sayang Jono mulai tumbuh. Bau-baunya Jono naksir deh ama si Rein. Wah sahabat jadi cinta tuh. Kalo Jono naksir ama Rein, maka senangnya si Rein, cintanya terbalaskan. Tapi mereka belum tau perasaan masing-masing. Di situ Jono berpikir, “kalau seumpama aku nembak Rein gi mana ya?? Dia cinta nggak ma aku?? Aku takut kalau dia nolak aku”, hatinya bimbang tak karuan.
Jono main ke rumah Rein. Ia mengajak Rein untuk pergi ke taman, karena Jono mau menyatakan perasaannya ke Rein. Setelah di taman, mereka berbincang-bincang.
“Rein, ada yang mau aku omongin ke kamu”
“Hah? Mau ngomong apa atuh Jon? Jangan-jangan kamu naksir aku ya?? Dan mau nyatain ke aku ya?”
“Kamu itu jangan sok tau donx”
“Cepetan mau ngomong apa?”
“Ya sih, emang bener dugaan kamu tadi. Aku mau bilang kalo aku..”
“kalo akuu...”
“kalo akuu... sebenernya suka ama kamu. Kamu suka ma aku nggak?”
............
Seketika itu tak ada jawaban, Jono bingung
“Rein, gi mana? Kamu suka perasaan ke aku nggak?? Jangan diam kayak gitu donk Rein, jawab !”
Dilihatnya Rein yang sedang tidur di pundak Jono. Jono kaget “Rein,, kamu?? Jangan!!!
Setelah dicek, denyut nadinya sudah tidak ada. HAH?? APA??
Jono teriak-teriak,, “Jangan pergi REIN!!!! Aku butuh kamuu!!! AKU CINTA MA KAMU!! AKU BELUM TAU JAWABAN DARIMU!!! REIN!!! TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKK!!!”
Innalillahi wainaillahi rojiun
Rein telah pergi, Jono tak kuasa menahan semua ini. Selamat tinggal Rein
Sejak saat itu, Jono tidak akan pernah mencintai orang, selain Rein. Sampai tua pun.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar